“Saya cinta tanaman sejak dulu, Nak. Saya belajar dari banyak buku soal
teknis budidaya tanaman karena memang saya hobi menanam,”
Prof. Amin memberi penjelasan ke peserta |
Oh,ya hampir lupa. Beliau adalah
Aminuddin Salle. Lengkapnya jika ditambahkan dengan gelar akademiknya panjang
bak kereta api, Prof. Dr. H. Aminuddin Salle, S.H,M.H.
Beliau berasal dari Galesong,
kabupaten Takalar. Orangnya ramah, hangat dan sangat menjunjung tinggi kesopanan.
Setidaknya begitulah kesan pertama kala bertemu dengan dosen UNHAS ini.
Pertama datang, kami berbincang
di dalam sebuah ruangan kecil yang terlihat seperti sebuah ruang meeting. Kami
duduk bertiga, bersama seorang Bapak yang saya lupa namanya, (maaf Pak hehehe). Panggil saja namanya
Pak Budi. Pak Budi rupanya berasal dari Cakke, tempat yang tidak begitu jauh
dari asal kelahiranku. Katanya Beliau sekarang tinggal di Pare-pare namun bela-belain
datang untuk sekedar mengantar istrinya mengikuti workshop ini. Bertiga kami
mengelilingi sebuah meja bundar berkapasitas 6 orang. Sejurus kemudian, Prof. Amin (saya panggil
Beliau mulai detik itu) tampak antusias menjelaskan kegiatan workshop yang tengah
berlangsung.
“Sebenarnya workshop ini sudah dua kali dilaksanakan. Angkatan pertama
diikuti kurang lebih 15 orang pada bulan Februari lalu, Nak ! Karena banyak
yang antusias akhirnya di bawah bendera Yayasan milik saya, kegiatan ini dicoba rutin digelar,”
jelasnya dengan mimik serius sambil memberikan kartu namanya. Di bagian kop tercetak
jelas, Aminuddin Salle Foundation.
Peserta praktek membuat pupuk organik |
“Nah..berawal dari hobi tersebut, setiap jengkal pekarangan rumah ini
saya sulap menjadi seperti miniatur kebun koleksi tanaman. Meskipun ya jenis
tanaman yang saya koleksi belum seberapa. Dan beberapa teman yang pernah saya
undang berkunjung banyak yang tertarik untuk lakukan hal yang serupa. Apalagi
yang pernah metik dan menikmati segarnya buah di pekarangan ini,” ujarnya
sambil terkekeh.
“Seperti workshop ini, awalnya
diadakan karena dorongan teman-teman yang banyak berkunjung. Mereka mendukung
saya untuk menggagas pelatihan budidaya tanaman seperti ini. Seperti sekarang
pesertanya selain perorangan, juga banyak utusan daerah dari dari dinas terkait
seperti dinas pertanian dan badan ketahanan pangan di pemerintah setempat.
Jumlahnya kurang lebih 33 orang,” jelas guru besar hukum UNHAS ini.
Pria yang pernah menjabat sebagai
Koordinator Kopertis IX Sulawesi ini kemudian mengajak saya berkeliling melihat
koleksi tanamannya. Semua tanamannya merupakan bibit khusus, bahkan ada yang
didatangkan dari luar Sulawesi. Seperti pohon nangkanya yang cukup unik,
tingginya sekira 3 meter tapi titik buahnya hanya ada bergelantungan di dahan paling bawah
bahkan menapak di tanah. Tanaman lain diakuinya bisa berbuah meski tingginya
belum sampai 1 meter.
Koleksi hidroponik milik Prof. Amin |
Tak lupa pria ramah ini memberikan tips
mudah bagi yang ingin memulai budidaya tanaman hidroponik. “ Pemula yang baru belajar, bisa menggunakan botol air mineral
bekas yang dibalik dan stereofoni. Hidroponik bisa untuk semua tanaman sayur,
seperti selada, kol, dan sawi. Selain itu, tanaman buah jika bisa memakai
sistem ini, seperti melon, tomat, dan herbal. Untuk pembibitan, bisa
menggunakan media rock wall,” terangnya.
Kemudian Prof. Amin mengajak saya melihat
koleksi budidaya tanaman hidroponiknya. Ada sawi, kangkung dan beberapa jenis
sayuran yang mudah kita temukan di pasaran. Menurutnya, menanam dengan sistem hidroponik bisa menghemat penggunaan
air hingga 90%. “Sejak menanam hingga
panen, air tidak perlu diganti karena terus diputar oleh water
pump sehingga lebih irit.
Perawatannya pun mudah, bisa ditinggal-tinggal dan hanya dicek pagi dan sore
saja dengan menggunakan timer,”
jelasnya.
Beliau juga meyakini pembudidayaan tanaman hidroponik sangat cocok dikembangkan di perkotaan.
“Hidroponik ini solusi bagi masyarakat kota yang ingin membudidayakan tanaman
namun terkendala pada lahan yang terbatas,” pungkasnya.
Tak lupa, Beliau sempat mengajak saya untuk
sejenak “mengintip” kegiatan Yayasan binaannya. Selain aktif berkampanye untuk
hidup sehat, Yayasan miliknya pula ternyata membina beberapa anak-anak kurang
mampu yang dilatih di sebuah baruga. Yang unik, tepat di kolong baruga tersebut
terdapat sebuah kolam ikan yang cukup besar.
Setelah puas bertanya dan berkeliling,
saya kemudian pamit undur diri. Karena masih banyak urusan, saya setengah
berlari ke arah parkiran. Tepat di gerbang keluar,
pak Budi tetiba mencegat saya. “Fik, kok
cepat amat balik ? Udah puas diajak berkeliling ?,” tanya pak Budi cepat.
“Saya
masih ada urusan di luar,Pak ! ,” jawabku sekenanya. Seketika, Pak Budi
menggamit lenganku dan membisikkan pertanyaan yang begitu menohok. “Kamu udah nikah, boss ?,” .
Aku terdiam sesaat demi melihat pak Budi
yang sepertinya tak punya rasa bersalah mengajukan pertanyaan yang “tepat”. #eh
“Belum,
Pak! Emang kenapa ?
Sudah saya duga kemudian kemana arah
jawaban pak Budi. Biro Jodoh. Beliau ternyata berniat mengenalkan saya dengan seorang teman
sejawat istrinya di Badan Ketahanan Pangan. Kualifikasi : GADIS, S2, cuman ……..
Ah..sudahlah..
Dengan sedikit tersenyum saya menolak secara
halus niat tulus pak Budi, meski tawaran “bagus” pak Budi itu seringkali terngiang di fikiran kala
mengendarai motor di tengah perjalanan, bahkan terfikir hingga sekarang #ehhhh
0 comments:
Post a Comment