Bhinneka Tunggal Ika

Kalimat ini sedang populer belakangan ini. Frasa ini berasal dari kakawin (syair Jawa Kuno dengan irama khas India). Diambil dari kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Pujangga yang hidup di abad ke-14 masa Majapahit.

Kakawin ini berisi toleransi antara umat Hindu Siwa dan Buddha kala itu. Ini kemudian diambil menjadi semboyan. Diabadikan di pita. Dicengkeram erat burung Garuda Pancasila. Berbeda-beda tetapi tetap satu. Kira-kira begitu maknanya. Pendeknya, toleransi. Ini sering diucapkan berulang-ulang guru PPKn saat di bangku SD dulu.

Akhir-akhir ini, Bhinneka Tunggal Ika katanya sedang diuji. Sederhana, ada aksi damai 4 November dari umat Islam yang katanya terhina dengan ucapan dari Ahok. Lengkapnya, Basuki Tjahaja Purnama. Gubernur DKI Jakarta, non muslim, Tionghoa yang sedikit menyebut soal surat Al-Maidah ayat 51. Di hadapan warga Kepulauan Seribu.

Aksi damai ini katanya disebut mencoreng ke"Bhinnekaan".
Sumber gambar : http://fromnothing-something.blogspot.co.id

Di Indonesia, Islam menjadi agama mayoritas. Tapi saya jamin, Muslim di Indonesia semua seperti saya. Cinta damai. Budha, Hindu, Katolik dan agama lain bebas dan tenang berbaur. Hidup berdampingan dan rukun sejak lama. 

Umat minoritas di Indonesia tak hidup mencekam seperti Muslim Rohingya yang dibunuh massal, sadis. Tak dirampas tanahnya seperti Muslim di Palestina. Walau kemudian demo cinta damai pun masih dicurigai bahkan dihina saudara seiman sendiri. Sakit. #eh

Dan paling sedih saat Muslim dituduh anti perbedaan. Saya tak percaya itu. Pancasila jadi bukti. Rumusannya diambil dari Piagam Jakarta. Yang dengan besar hati, para pemimpin Islam kala itu rela poin tentang syariat Islam dimodifikasi demi Bhinneka Tunggal Ika. Ini juga diajarkan berulang-ulang kali guru sejarah saya. 

Jadi tidak usah meragukan umat Islam soal perbedaan. Soal toleransi.

Sekali lagi bila ada sok tau soal praktik Bhinneka atau toleransi mari berdebat. Saya Muslim berdarah Toraja, dibesarkan dalam keluarga besar Muhammadiyah. Tapi hidup rukun dengan keluarga yang berlainan agama. Masih bertalian darah tapi soal keyakinan, kami semua paham ada batasnya. 

Ibadah, makanan, semua sudah tahu teknisnya. Bila ada hajatan keluarga, urusan dapur jadi tugas keluarga Muslim. Karena keluarga non muslim paham, Islam punya aturan ketat soal halal-haram. Semuanya didiskusikan dengan indah. 

Bersama-sama menangkap ikan mas di sawah depan rumah. Bisa dipiong (dibakar dalam bambu) atau dibakar biasa. Hasilnya, ikan bakar yang dilumuri cabe Toraja yang pedas bikin suasana makin hangat. Tak ada kisah soal penistaan agama. Tak ada debat soal Al-Maidah di meja hidangan. 

Indah. Karena kami semua paham. Perintah Al-Qur'an termasuk soal Al-Maidah ayat 51 wajib dijalankan keluarga Muslim. Dan ajaran yang termuat di Injil, juga keluarga Katolik harus jalankan. Tak akan ada kata terlontar jangan mau dibohongi pakai ini. Atau jangan mau dibohongi pakai itu

Karena sekali lagi, kami semua tahu ada pagar jelas soal keyakinan. Untukku agamaku dan untukmu agamamu. 

Tak ada kebencian. Kami keluarga. Rukun turun temurun. Kami saling merindukan dan saling mengunjungi. Mari merayakan Bhinneka Tunggal Ika.
SHARE

Taufik Hasyim

A Moslem Single | Beginner Blogger | Youth of Massenrempulu | Sahabat NOAH | Journalist of FAJAR Newspaper | Football Holic | Juventini | Facebook: Taufik Hasyim | Twitter: @DaengOpick | email: opickjie@gmail.com

  • Facebook
  • Twitter
  • GooglePlus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment