Tahun
1891, minat Karl Landsteiner terhadap dunia pengobatan makin besar. Dia
anak seorang mantan wartawan yang juga hakim terkenal.
Kuliah
di Universitas of Vienna, kala itu dia mulai banyak menghasilkan
penemuan. Kajian ilmiah soal pengaruh diet terhadap komposisi darah jadi
debutnya.
10 tahun berselang, dia makin sibuk
di lab. Landsteiner lebih suka menyendiri, berteman dengan mikroskop,
pipet dan plat tetes di sudut ruangan. Hingga tahun 1900, dia menemukan
ternyata kontak darah dua orang yang berbeda bisa menggumpal.
Butuh
tiga tahun untuk bisa menemukan jawabannya, temuan jenius. Klasifikasi
golongan darah--yang mampu menyelamatkan jutaan bahkan miliaran nyawa
manusia kemudian hari.
Landsteiner juga
menemukan pengetahuan maha penting. Transfusi darah ke orang yang
memiliki golongan darah yang sama tidak akan menyebabkan kerusakan sel
darah. Sebaliknya, transfusi darah atas orang yang punya golongan darah
berbeda, bisa berakibat fatal, termasuk kematian.
Jumat,
6 Januari lalu eksperimen Landsteiner sungguh saya buktikan. Sudah 12
malam, ruang UTD PMI di jalan Kandea masih sesak. Puluhan wajah cemas
menunggu kepastian stok darah. Di kursi panjang, tepat di bawah tangga,
seorang ibu paruh baya tak berhenti menatap layar smartphonenya. Guratan
wajahnya penuh cemas.
Sumber gambar : healthline.com |
Di sampingnya, gadis
muda--mungkin anaknya, berkali-kali menerima telepon dari seseorang.
Samar-samar terdengar percakapannya, dia butuh dua kantong darah O.
Bapaknya terbujur di Wahidin. Besok harus operasi.
Perasaan
sama dirasakan Bapak berkumis yang duduk tak tenang di pintu masuk
ruang donor. Stok darah B kosong. Broadcast di BBM sebenarnya cukup
membantu. Sayang, tiga calon pendonor yang dijemputnya, tak penuhi
syarat.
Petugas tidak menyarankan. Tensi darah
tinggi dan kadar Hemoglobin rendah alasannya. Jarinya kembali sibuk
memainkan tombol hape. Di tangan kirinya, ada surat rujukan. Dokter
minta satu kantong lagi untuk operasi putri tercintanya. Saya lupa nama
bapak itu.
Saya? Sudah sejam duduk menunggu
giliran. Jam 10 malam, teman sekelas di SMA memberi kabar kurang baik.
Ibunya terbaring di Awal Bros. Sekantong darah AB lagi agar operasi
ibunya mulus esok hari.
Benar. Saya juga AB.
Sempat mikir-mikir. Ini pertama kali donor. Sedikit tegang juga awalnya.
Beruntung, saat darah di lengan kanan mulai disedot, senyum manis si
gadis petugas donor bikin batin tenang.
Kurang 8
menit, selang dicabut. Satu kantong darah segar terisi penuh. Tak lupa
saya berjanji pada gadis manis itu. Donor lagi Maret nanti. Stok darah
di PMI tak pernah cukup katanya. Sayang, nomor hapenya tidak tercatat
jelas di bungkus vitamin penambah darah yang diberikan.
Sungguh...Tuhan
menunjukkan kuasa-Nya. Sabtu malam, teman SMA itu sudah berkabar.
Mengucap terima kasih. Operasi ibunya berjalan sukses. Saya balik
mengucap terima kasih. Sogokannya, seporsi ayam panggang di warung
samping Graha Pena tengah malam itu lumayan menambah stamina.
0 comments:
Post a Comment