Pendidikan yang belum merata menjadi masalah klasik di
Indonesia yang belum teratasi hingga saat ini. Banyak faktor yang menjadi
kendala. Salah satunya karena faktor eksternal seperti infrastruktur
pendidikan. Di daerah-daerah terutama pelosok, banyak sekolah yang sarana dan
prasarananya memprihatinkan bahkan jauh tertinggal.
Namun sebenarnya ini bukanlah penghambat. Memang dibutuhkan
terobosan untuk menjadikan suatu penghambat atau penghalang menjadi peluang.
Teknologi memang membuat sistem pembelajaran kini makin mudah dan variatif.
Namun tetap kuncinya pada kreativitas pendidik atau guru untuk mengubah
keterbatasan menjadi kekuatan.
Soal isi kepala, anak-anak yang berasal dari pelosok bahkan
banyak yang jauh lebih mumpuni dibanding anak-anak perkotaan yang secara
infrastruktur jauh lebih unggul dan modern. Sistem yang bisa dicoba misalnya
dengan menyesuaikan sistem pembelajaran dengan kondisi geografis.
Contohnya selama ini di sekolah-sekolah yang berada di
daerah ketinggian atau pegunungan banyak yang secara sarana dan prasarana
terbatas. Apalagi makin tertinggal dengan tidak adanya sinyal operator seluler
atau blank spot. Namun ini bukanlah penghalang bila guru atau bahkan pemangku
kebijakan mampu kreatif.
Salah satu misalnya terobosan yang bisa dilakukan dengan skema
Sekolah Alam. Saat ini dijalankan beberapa legislator seperti legislator Komisi
X DPR RI, Mitra Fakhruddin MB di Enrekang, Sulawesi Selatan. Dengan kondisi pandemi saat ini,
sekolah di ruang terbuka relatif lebih aman terpapar dari covid-19. Tidak butuh
terlalu banyak fasilitas yang memang jadi keterbatasan di daerah.
Foto: Ricardo/JPNN |
Selain pemerataan pendidikan, degradasi kebhinekaan saat ini
juga menjadi ancaman. Dengan suku, budaya, adat, bahasa daerah, agama yang
beragam di Indonesia, pendidikan kebhinekaan harus menjadi prioritas. Ini harus
ditanamkan sejak dini agar menjadi pondasi kelak merawat toleransi, kerukunan
dan persatuan bangsa.
Sistem pendidikan di Jepang bisa ditiru konsepnya untuk
menanamkan pendidikan kebhinekaan. Pendidikan dasar di Jepang untuk tiga tahun
pertama menitik beratkan pada pendidikan karakter serta etika. Bukan langsung
fokus pada menanamkan pengetahuan.
Pendidikan usia dini di Jepang diajarkan tata krama yang
kemudian menjadi kebiasaan hingga dewasa. Seperti hormat kepada orang lain,
peduli kepada sesama, empati, dan sebagainya. Termasuk menyayangi binatang,
menjaga lingkungan dan alam sekitar. Selain tentu saja disiplin dan kebersihan.
Pola ini perlu dijalankan dan diperkuat di sistem pendidikan
Indonesia. Skemanya bisa dimodifikasi dengan menanamkan kearifan lokal. Salah
satunya dengan menyisipkan wawasan kebangsaan. Sehingga generasi penerus ini
kelak menjadi garda penjaga persatuan bangsa.
0 comments:
Post a Comment