Bogor Rasa Latimojong

Sebelum masuk Ramadan, saya sengaja ke Kota Hujan. Mengunjungi teman. Saya dijanjikan kulineran yang enak-enak. Wah, nikmatnya sudah kebayang sepanjang perjalanan dari Jakarta.

Kami ke arah pinggiran kota Bogor. Ke salah satu kedai kopi. Nuansa pedesaan sudah terasa sejak masuk kawasannya. Areanya asri. Hijau dengan pepohonan. 

Akses masuk melewati jalan setapak berbatu. Gemericik air sungai Ciapus makin menambah khas nuansa pedesaan. Teduh.

Bangunan utama kedai kopinya didesain terbuka. Perabotnya terkesan jadul. Kursi-kursi besi tua. Beberapa meja dari modifikasi mesin jahit bekas. Buah karya tangan-tangan kreatif.

Seperti biasa, kopi seduhan V60 saya minta ke barista. Saya sedikit surprise saat diberikan pilihan. Ada kopi Nating di deretan stoples. 

"Ini (kopi) dari daerah saya, mas,". Saya hampir setengah berteriak ke baristanya. Bagi saya ini tentu amat langka. Bisa menemukan kopi asal Nating di sini.

Sesuai namanya, biji kopinya jelas hasil jerih payah petani di Nating. Dusun terpencil di kaki Pegunungan Latimojong.

"Wah, kebetulan mas. Kita juga ada Nasi Ayam Bakar. Itu nasinya pakai Pulut Mandoti," kata si Barista. Saya makin antusias. 

Pulut artinya beras ketan, lazimnya di Sulsel disebut pulu'.

Pulut atau Pulu' Mandoti ini beras aromatik yang hanya tumbuh di Enrekang. Wangi. Uniknya hanya tumbuh di dua desa saja. Tak heran menjadi beras ketan termahal di Indonesia.

Seperti menemukan oase. Nikmatnya kian komplit. Bisa menikmati dua kekayaan lokal kampung halaman. Sungguh, akhir pekan istimewa di Rumah Kopi Ranin.


SHARE

Taufik Hasyim

A Moslem Single | Beginner Blogger | Youth of Massenrempulu | Sahabat NOAH | Journalist of FAJAR Newspaper | Football Holic | Juventini | Facebook: Taufik Hasyim | Twitter: @DaengOpick | email: opickjie@gmail.com

  • Facebook
  • Twitter
  • GooglePlus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 comments: