Memendam Rasa

Sejatinya, aku bukan makhluk yang pandai mengumbar rasa. Tak lebih berani bahkan dari sebatang  tanaman putri malu sekalipun yang acapkali disentuh seketika pula menutup kelopak daunnya.

Dari balik hangat api unggun, ku tatap perempuan lembut  di depanku yang tengah asyik menyeruput secangkir kopi susu. Jari-jemarinya yang lentik dengan spontan membetulkan jilbabnya yang tertiup angin. Hawa semakin dingin saja berhembus menusuk tulang, ku perbaiki sulutan kayu agar nyala api unggun ini semakin menghangatkan. Lagi ku lirik perempuan itu. Meski telah membungkus tubuhnya dengan jaket yang cukup tebal, terlihat kedua tangannya mendekap lututnya, menghalau dinginnya angin malam yang seperti ingin menyergapnya. Manis

Sumber : irmanisedikit.files.wordpress.com
Aku sangat berhasrat menyapa atau sekedar menegurnya. Namun batinku urung demi melihatnya tampak meraih laptop yang tergeletak di sampingnya. Jemarinya tampak segera sibuk menari di atas tuts-tuts keyboard laptop miliknya. Tak sedikitpun dirinya menoleh ke arahku ataupun menaruh curiga meski sedari tadi mataku tak berkedip mengawasinya.

Hufftt..kenapa aku segugup ini ! ,” ujarku membatin. Ku rogoh kantong jaketku, mencari handphone butut kesayangan.

Mungkin saja ada pesan BBM atau WA dari teman-teman yang masuk,” pikirku. Nihil ! Sepertinya hape-ku tertinggal di sekretariat panitia. Saya lanjutkan membaca buku novel pinjaman dari teman sesama panitia untuk mengisi malam. Sesekali mataku melirik perempuan itu yang tetap asyik menatap layar laptopnya.

Perempuan itu menyita perhatianku sejak hari pertama kegiatan kemah alam ini. Terlalu dini jika berkesimpulan saya jatuh cinta pada pandangan pertama.  Perasaanku tidak semudah itu, dan tak segampang itu untuk menetapkan hati.

Entah kenapa saat hari pertama, tetiba keberanianku muncul menegur perempuan itu. Meski itu sebatas tanggungjawabku sebagai ketua panitia. Profesionalisme.

Tak harus hari ini,,mungkin besok saya setidaknya bisa berkenalan denganmu lebih jauh ,” ucapku menghibur diri.

Pun hingga detik hari terakhir acara, saya tidak berkesempatan sedikitpun untuk mengenal perempuan itu. Aku memang tidak ingin terlihat seperti laki-laki tidak terhormat yang tetiba sok kenal menghampiri. Saya ingin terlihat elegan, ingin semuanya berjalan normal tanpa ada sesuatu yang terkesan memaksa. Prinsip bodoh memang, karena pada akhirnya saat acara usai ya tak ada hasil. Perempuan itu hanya jadi kenangan, seperti yang sudah-sudah. Aku memang tak pandai menyampaikan rasa. Aku sedikit beruntung bisa tahu identitasnya dari teman panitia. Melissa Pratiwi, demikian adanya identitas perempuan itu.

Nama indah yang menguap bersama semilir angin yang berhembus di sela-sela rimbunnya pepohonan pinus !



SHARE

Taufik Hasyim

A Moslem Single | Beginner Blogger | Youth of Massenrempulu | Sahabat NOAH | Journalist of FAJAR Newspaper | Football Holic | Juventini | Facebook: Taufik Hasyim | Twitter: @DaengOpick | email: opickjie@gmail.com

  • Facebook
  • Twitter
  • GooglePlus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment